Kesenian
jedor atau tanjidor ( orang betawi bilang ) adalah
salah satu kesenian yang hidup dan berkembang sejak dahulu, hampir
sulit ditemukan kapan persisnya kesenian itu ada, tapi yang jelasnya
kesenian itu ada dan pernah mengalami kejayaan atau populer pada tahun
1930-an. Kesenian Jedor merupakan kolaborasi antara seni pencak dan
jedor, Seni musik jedor ini juga merupakan seni musik yang
rancak, artinya ketukan dalam memainkannya, sama.
Berbicara tentang kesenian, tepatnya di Desa Sendangagung Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan memiliki seni musik Jedor.
Salah satu musik religius berbau islami ini telah lama ada di desa
Sendangagung. Pada mulanya jedor ini dikenal dengan sebutan Pencak Kuntulan, yaitu perpaduan dari seni pencak silat asli Sendangagung yang ditemani dengan jedor, disebut dengan “Pencak kuntulan” yaitu karena perpaduan antara pencak silat (pencak) dan jedor yang dibungkus kain bergambar kuntul.
Berdasarkan keterangan salah satu penggiat Seni Jedor yakni Bapak Sarbolah pencak kuntulan ini sudah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka yaitu sekitar tahun 1930-an. Pada saat itu jedor dipesan langsung dari Palembang, Sumatera Selatan. Konon sampai saat ini jedor asli Palembang yang masih ada disimpan di selatan Sumur Grombyang sedangkan jedor-jedor yang baru saat ini biasanya dipesan dari Bungah, Gresik.
Menurut narasumber kami, Bapak Sarbolah, Jedor Sendangagung
dihidupkan oleh Carik Murib, yaitu carik pada masa Petinggi ( kepala
desa ) Tajid. Beliau adalah orang yang pintar berkreasi dan terus
menggalakkan kesenian ini di bumi Sendangagung. Bahkan beliau
mendatangkan guru barzanji dari Bungah, Gresik. Sedangkan pemain jedor sendangagung maestro diantaranya yaitu, Bapak Muslihan (alm) dan H. Nur Hasyim (alm).
Awalnya, kesenian ini hanya ditemani oleh dua jedor ditambah dengan delapan terbang jedor, dua kendang dan diiringi tiga vokal pembaca dziba’. Lambat laun, Jedor Sendangagung
akhirnya tidak lagi menemani permainan silat namun diganti dengan
pembacaan dziba’ dan shalawat dengan memiliki ciri khas yaitu adanya
pembacaan dziba’. Dziba’ yaitu untaian shalawat yang dirangkai dengan sejarah-sejarah Nabi Muhammad SAW.
Seiring berlalunya waktu
jedor sendangagung semakin digerus
zaman, tidak banyak anak muda yang mengenalnya hal ini bisa jadi karena
banyak remaja yang kurang peduli terhadap Jedor.
Bapak 62 tahun ini, mengatakan bahwa peminat Jedor Sendangagung semakin menurun, dahulu sangat ramai bahkan dimainkan oleh anak-anak remaja. “
Biyen cah lanang umur 12 tahun gelem melu, dadi cah enom sampe sing
tuo-tuo gelem jedoran. Amit loh yo sak iki koyoe kok ora ono, sopo maneh
sing nerusno jedoran iki nek gak bocah sendangagung sing enom-enom, ” ungkap Sarbolah sambil tersenyum penuh harap.
Kini untuk menarik perhatian dan untuk melestarikan seni musik Jedor, dalam Jedor
Sendangagung kemudian diberikan variasi-variasi baru, yaitu kadang kala
terbang diganti gamelan, dan dziba’ diganti tembang-tembang jawa.
Hingga akhirnya seni musik satu ini digunakan untuk meramaikan berbagai
acara di desa Sendangagung diantaranya; coplok puser pada bayi, khitanan atau sunatan, acara pernikahan dan hajatan lainnya.
(diolah oleh KangAidi & Admin dari catatan wawancara anak MA ALMUHTADI Sendangagagung saat wawancara dengan nara sumber)
Berikut ini adalah alat-alat yang digunakan dalam seni musik jedor sendangagung :
1. Delapan Terbang
2. Dua Kendang dan Dua Jedor
3. Tabuh Jedor
4. Buku Dziba'
NARASUMBER :
Bapak
Sarbolah, pegiat seni Jedor Sendangagung yang beralamat di kampung
Babri’an, Desa Sendangagung Paciran Lamongan. Terlahir di
Sendangagung-Lamongan, 1 Januari 1952. Beliau ini merupakan salah satu
ketua kelompok jedor yang masih tetap eksis di Sendangagung, Warna Baru.
Berkecimpung di dunia Jedor Sendangagung sejak kecil, kemudian
menekuninya dengan serius ketika berusia 20 tahun. Beliau berguru ke
beberapa ahli Jedor Sendangagung dan kemudian beliau mengumpulkan
rekan-rekan sesama peminat Jedor Sendangagung dan membentuk sebuah
kelompok jedor bernama Warna Baru.
CATATAN :
Jedor adalah nama populer tanjidor ( menurut lidah betawi ) masyarakat desa Sendangagung Paciran Lamongan sampai saat ini.