Kamis, 07 April 2016

JEDOR ” PENCAK KUNTULAN “, SENI MUSIK KHAS DESA SENDANGAGUNG

Kesenian jedor atau tanjidor ( orang betawi bilang ) adalah salah satu kesenian yang hidup dan berkembang sejak dahulu, hampir sulit ditemukan kapan persisnya kesenian itu ada, tapi yang jelasnya kesenian itu ada dan pernah mengalami kejayaan atau populer pada tahun 1930-an. Kesenian Jedor merupakan kolaborasi antara seni pencak dan jedor, Seni musik jedor ini juga merupakan seni musik yang rancak, artinya ketukan dalam memainkannya, sama.
Berbicara tentang kesenian, tepatnya di Desa Sendangagung Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan memiliki seni musik Jedor. Salah satu musik religius berbau islami ini telah lama ada di desa Sendangagung. Pada mulanya jedor ini dikenal dengan sebutan Pencak Kuntulan, yaitu perpaduan dari seni pencak silat asli Sendangagung yang ditemani dengan jedor, disebut dengan “Pencak kuntulan” yaitu karena perpaduan antara pencak silat (pencak) dan jedor yang dibungkus kain bergambar kuntul.
Berdasarkan keterangan salah satu penggiat Seni Jedor yakni Bapak Sarbolah pencak kuntulan ini sudah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka yaitu sekitar tahun 1930-an. Pada saat itu jedor dipesan langsung dari Palembang, Sumatera Selatan. Konon sampai saat ini jedor asli Palembang yang masih ada disimpan di selatan Sumur Grombyang sedangkan jedor-jedor yang baru saat ini biasanya dipesan dari Bungah, Gresik.
Menurut narasumber kami, Bapak Sarbolah, Jedor Sendangagung dihidupkan oleh Carik Murib, yaitu carik pada masa Petinggi ( kepala desa ) Tajid. Beliau adalah orang yang pintar berkreasi dan terus menggalakkan kesenian ini di bumi Sendangagung. Bahkan beliau mendatangkan guru barzanji dari Bungah, Gresik. Sedangkan pemain jedor sendangagung maestro diantaranya yaitu, Bapak Muslihan (alm) dan H. Nur Hasyim (alm).
Awalnya, kesenian ini hanya ditemani oleh dua jedor ditambah dengan delapan terbang jedor, dua kendang dan diiringi tiga vokal pembaca dziba’. Lambat laun, Jedor Sendangagung akhirnya tidak lagi menemani permainan silat namun diganti dengan pembacaan dziba’ dan shalawat dengan memiliki ciri khas yaitu adanya pembacaan dziba’. Dziba’ yaitu untaian shalawat yang dirangkai dengan sejarah-sejarah Nabi Muhammad SAW.
Seiring berlalunya waktu jedor sendangagung semakin digerus zaman, tidak banyak anak muda yang mengenalnya hal ini bisa jadi karena banyak remaja yang kurang peduli terhadap Jedor.
Bapak 62 tahun ini, mengatakan bahwa peminat Jedor Sendangagung semakin menurun, dahulu sangat ramai bahkan dimainkan oleh anak-anak remaja. “ Biyen cah lanang umur 12 tahun gelem melu, dadi cah enom sampe sing tuo-tuo gelem jedoran. Amit loh yo sak iki koyoe kok ora ono, sopo maneh sing nerusno jedoran iki nek gak bocah sendangagung sing enom-enom, ” ungkap Sarbolah sambil tersenyum penuh harap.
Kini untuk menarik perhatian dan untuk melestarikan seni musik Jedor, dalam Jedor Sendangagung kemudian diberikan variasi-variasi baru, yaitu kadang kala terbang diganti gamelan, dan dziba’ diganti tembang-tembang jawa. Hingga akhirnya seni musik satu ini digunakan untuk meramaikan berbagai acara di desa Sendangagung diantaranya; coplok puser pada bayi, khitanan atau sunatan, acara pernikahan dan hajatan lainnya.
(diolah oleh KangAidi & Admin dari catatan wawancara anak MA ALMUHTADI Sendangagagung saat wawancara dengan nara sumber)
Berikut ini adalah alat-alat yang digunakan dalam seni musik jedor sendangagung :
1. Delapan Terbang
 
TERBANG 
 
2. Dua Kendang dan Dua Jedor
 
 KENDANG DAN JEDOR
 
 3. Tabuh Jedor
 
 TABUH JEDOR
  
4. Buku Dziba'

 BUKU DZIBAIYAH
 
 NARASUMBER :

NARA SUMBER JEDOR KUNTUL
Bapak Sarbolah, pegiat seni Jedor Sendangagung yang beralamat di kampung Babri’an, Desa Sendangagung Paciran Lamongan. Terlahir di Sendangagung-Lamongan, 1 Januari 1952. Beliau ini merupakan salah satu ketua kelompok jedor yang masih tetap eksis di Sendangagung, Warna Baru. Berkecimpung di dunia Jedor Sendangagung sejak kecil, kemudian menekuninya dengan serius ketika berusia 20 tahun. Beliau berguru ke beberapa ahli Jedor Sendangagung dan kemudian beliau mengumpulkan rekan-rekan sesama peminat Jedor Sendangagung dan membentuk sebuah kelompok jedor bernama Warna Baru.
CATATAN :
Jedor adalah nama populer tanjidor ( menurut lidah betawi ) masyarakat desa Sendangagung Paciran Lamongan sampai saat ini.
 


Share:

0 Comments:

Posting Komentar